Analisis Novel Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis


Robohnya Surau Kami
Penulis : A. A Navis
  1.   Sinopsis
Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti didekat pasar. Melangkah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek. Tapi Kakek ini tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakanya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang di sukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantaai di malam hari.
Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang yang tak dapat di sangkal kebenarannya.
Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bias mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk  dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang di ceritakannya menjadai model orang untuk di ejek dan ceritanya menjadi pemeo akhirnya. Ada-ada aja orang-orang disekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya.
  2.  Setruktur Novel atau Cerpen
A.   Segi Setruktur
a.    Tema
Sebagian  pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang di ceritakannya menjadai model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pemeo akhirnya”
b.    Alur atau plot
Kalau beberapa tahun yang lalu tuan Tuan datang kekota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat Pasar. Melangkah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek. Tapi Kakek ini tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakanya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang di sukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantaai di malam hari.
Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.
c.    Setting
Kalau beberapa tahun yang lalu tuan Tuan datang kekota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat Pasar. Melangkahlah menyusuri jalan raya arah ke barat. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang ke lima, membeloklah ke jalan yang sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depan ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.
Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.
Sebagai penjaga surau, kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali seJumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat darihasil pemunggahan ikan emas dari ikan itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya.
d.   Sudut Pandang
Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku.
Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.
e.    Penokohan
Tokoh si AKU: mempunyai watak bijaksana, baik hati,penolong.
Tokoh Ajo Sidi: Berwatak pembual, acuh tak acuh.
Haji Saleh: Orangnya egoistis, mementingkan diri sendiri.
Tokoh si Kakek: Penolong sabar, baik hati, tagwa.
Mempunyai kerakteristik: Tidak mempunyai pendirian yang kuat dan mudah terhasut omongan orang lain, dan Orang yang tagwa didalam perintah dan larangan Allah Subhanahu wataala tetapi kadar keimanannya sangat tipis.
f.     Konflik Cerita
Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bulan itukah yang mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku ngain Tanya Kakek lagi, “Apa seritanya Kek?”
“Siapa?”
“Ajo Sidi.”
“Kurang ajar dia,’Kakek menjawab.
“Kenapa?”
“Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggoroh tenggoroknya.”
“Kakek marah?”
“Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diriku kepa-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.” Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.
Tapi kali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangan sayu kedepan, seolah-olah ada sesuatu yang mengamuk pikiranya. Sebuah balek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan disekitar kaki Kakek.
 Dan aku melihat mata Kakeku berlinang. Aku jadi belas kepadanya. Dalam hatiku aku mengumpati Ajo Sidi. Tapi aku lebih ingin mengetahui apa cerita Ajo Sidi yang begitu memukuli hati Kakek. Dan akhirnya Kakek bercerita lagi. “pada suatu waktu,’kata Ajo Sidi memulai,’ di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Dan diantara orang-orang yang diperiksa itu ada seorangg yang di dunis dinsmsi Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan dimasukan ke surga. Api neraka tiba-tiba menghawakan kehangatanya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanya mengalir, diisap kering oleh hawa panas neraka itu. Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti kenapa ia dibawa ke neraka. Ia tak mengerti apa yang dikehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya Tuhan tidak silap.
Demikian cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. “Tadi subuh Kakek kedapatan mati disuraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur.”
g.    Amanat
Kita jadi orang jangan yang pembual, karena orang yang pembual biasanya diingat orang, tapi seseorang yang selalu ingat itu malah ingin memarah-marahinya.
h.    Teknik Bahasa
Bahasa yang di pakai mudah dipahami, bahasanya tidak terlalu tinggi dan bahasa yang dipakai bahasa sehari-hari.
B.  Nilai-nilainya
a.    Nilai-nilai budayanya
Pola fikir yang kurang berpendidikan membuat kakek salah dalam mengambil keputusan, tidak ada keiginan untuk hidup lebih baik dan berkembang.
b.     Nilai-nilai sosial
Rasa atau sikap sosial masih ada walaupun cuma sedikit. Sifat iklas kakek dalam membantu terhadap tetangga-tetagganya.
c.    Nilai-nilai moral
Perbuatan kakek yang siap membantu kapanpun dan tidak mengharap imbalan patut dicontoh.
d.   Nilai-nilai agamanya
Ketaatan kakek dalam beribadah dan menyembah tuhan adalah salah satu perbuatan yang layak dicontoh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hakikat Fiksi

Teori Formalisem Rusia