Stilistika,


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Stilistika tidak terbatas dalam bahasa dan sastra. Dalam pengertian yang lebih luas, gaya juga dibicarakan dalam karya seni yang lain, termasuk bentuk-bentuk karangan bebas pada umunya, seperti sosial, politik, ekonomi, media dan sebagainya, bahkan juga dalam kehidupan praktis sehari-hari (Ratna, 2010: vi). Dalam karya seni gaya berkaitan dengan cara-cara pemanfaatan secara khas medium masing-masing, yang kemudian dapat menimbulkan aliran-aliran. Dalam bidang ilmu pengetahuan dikenal gaya ilmiah popular, gaya selingkung. Dalam bidang olahraga dikenal gaya bebas, gaya dada. Dalam media massa dan kehidupan sehari-hari dikenal gaya hidup, gaya orde lama, gaya kapitalis, gaya bintang pop, gaya keratin, dan sebagainya.
            Secara historis, dengan melihat perkembangan di Barat, stilistika, khususnya dalam kaitanya dengan retorika seni berbicara, seni berbicara, seni berpidato, sudah nerkembang sangat jauh, melipti masa waktu hamper dua puluh lima abad. Sebaliknya di Indonesia seolah-olah tidak berkembang. Sampai saat Umar Junus, terbit di Malaka berjudul Stilistika: Satu Pengantar (1989) dengan menggunakan ragam bahasa melayu, belum ada buku teks yang secara khusu berbicara mengenai stilistika.
            Dalam pengertian yang lebih luas sesungguhnya stilistika juga diperlukan bagi ilmu humaniora pada umumnya. Dikaitkan dengan masyarakat kontemporer, di dalamnya terjadi perkembangan berbagai aspek kehidupan secara dinamis, khususnya sebagai akibat kemajuan teknologi komunikasi, stilistika memasuki hampir keseluruhan aspek kehidupan masnusia. Meskipun demikian, khususnya dalam kaitanya dengan teori sastra, stilistika kurang memeperoleh perhaitan. Pada umumnya stilistika lebih banyak dibicarakan dalam ilmu bahsa, yaitu dalam bentuk deskripsi berbagai jenis gaya bahasa, sebagai majas.
            Gaya melahirkan kegairahan sebab gaya membentuk citra baru, gaya membangkitkan berbagai dimensi yang stagnasi. Menurut Shipley (1957: 341) stilistika (stylistic) adalah tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari akar kata stilus (latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Bagi mereka yang memepergunakan alat tersebut secara baik disebut sebagaia praktisi gaya yang sukses (stylus exelotus), sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat menggunakanya dengan baik disebut praktisi gaya yang kasar atau gagal (stilus rudis). Pada dasarnya disinilah terletak amkna kata stilus sehingga kemudian berarti gaya bahasa yang sekaligus berfungsi sebagaii penggunaan bahasa yang khas. Dalam tradisi penulisan lontar di Bali stilus dapat dikenali melalui alat yang disebut panguatik.
            Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin menguraikan masalah tentang “Definisi gaya bahasa “style”, ekspresi pengarang, gagasan dalam karaya sastra, dan hubungan antar “style” gaya bahasa, ekspresi pengarang, dan gagasan dalam wacana”.
B.     Rumusan Masalah
            Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana definisi gaya bahasa atau style
2.      Mengidentifikasi ekspresi pengarang
3.      Mendeskripsikan gagasan dalam sastra
4.      Mengidentifikasi style,ekspresi pengarang dan gagasan dalam wacana
C.     Tujuan
      Tujuan  yang akan dicapai  dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana definisi gaya bahasa atau style
2.      Mengidentifikasi ekspresi pengarang
3.      Mendeskripsikan gagasan dalam sastra
4.      Mengidentifikasi style,ekspresi pengarang dan gagasan dalam wacana
D.    Manfaat
            Manfaat yang diharapkan  dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Dapat mengetatahui definisi gaya bahasa atau style
2.      Mampu mengidentifikasi ekspresi pengarang
3.      Paham dengan gagasan dalam sastra
4.      Mengetahui hubungan style,ekspresi pengarang dan gagasan dalam wacana
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Style”Gaya Bahasa”
            Kata style (bahasa Inggris) berasal dari kata latin stilus yang berarti alat (berujung tajam) yang diapakai untuk menulis di atas lempengan lilin (Shipley dalam Ali Imron, 1979; 314); Leech& Short, 1984: 13). Kata stilus oleh penulis-penulis selanjutnya karena ada kesamaan makna dengan bahasa Yunani stulos (a pilar, bahasa Inggris) yang berarti alat tulis yang terbuat daro logam, kecil, dan berbentuk barang memiliki ujung yang tajam. Alat itu digunakan juga untuk menulis di atas kertas berlapis lilin (Scott dalam Ali Imron, 1980: 280). Pada perkembangan dalam bahsa Latin kemudian, stylus memiliki arti khusus yang mendeskripsikan tentang penulisan; kritik terhadap kualitas sebuah tulisan.
            Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan atau bagaimana pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakakn (Abrahms dalam Ali Imron, 1981: 190-191). Menurut Leech & Short dalam Ali Imron (1984: 10), style merupakan pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu. Gaya bahasa menurut Ratna (2007: 232) adalah keseluruhan cara pemakaian (bahasa) oleh pengarang dalam karyanya. Hakikat “style” adalah teknik pemakaian ugkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang diungkapkan.
            Stilistika (stylistic) adalah ilmu tentang gaya, sedangfkan stil (style) secara umum sebagaimana akan dibicarakan secara lebih luas adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai secara maksimal (Ratna,2009: 3).
            Semua gaya (Murry dalam Ali Imron, 1956: 18, 71-72), dalam hubungan ini gaya karya sastra, khususnya karya sastra yang berhasil adalah artificial, diciptakan dengan sengaja. Gaya dengan demikin adalah kualitas bahas, merupakan ekspresi langsung pikiran dan perasaan. Tanpa adanya hubungan kedua tersebut maka mustahil akan akan terciptanya gaya bahasa. Meskipun demikian, gaya tidak harus untuk mencapai mencapai suatu kepuasan. Gaya melibatkan orang lain, monuitas lain, gaya bukan semata-mata untuk kepuasan diri sendiri. Gaya yang berlebihan meskipun diciptakan dengan sendiri, teapi jelas mengganggu orang lain sebab selera orang tidak sama.
            Menurut Shipley dalam Ali Imron (1957: 341) stilistik (stylistic) adalah ilmu tentang gaya (style), sedangkan style itu sendiri berasal dari kata stilus (Latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Bagi mereka yang dabpat mempergunakan alat tersebut secara baik disebut sebagai praktisi gaya yang sukses (stylus exercilotus), sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat meggunakannya dengan baik disebut sebagai praktisi yang gagal atau kasar (stylus ridus).
            Gaya bahasatelah didefinisikan secara beragam dan berbeda-beda. Beberapa definisi yang perlu dipertimbangkan (Ratna, 2007: 236), sebagai berikut:
1.      Ilmu tentang bahasa.
2.      Ilmu interdisipliner antara linguistik dengan sastra.
3.      Ilmu tentang penerapan kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa.
4.      Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra.
5.      Ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan memeprtimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang sosialnya.
            Menurut Hough dalam Ali Imron (1972: 1-3; Teuw, 1988:71) sejak abad pertengahan hingga abad ke-18 retorika telah berubah menjadi bentuk puitika. Dengan kalimat lain konsep-konsep awal mengenai stilistika telah muncul meskipun masih dalam kaitanya dengan retorika.
            Dari semua definisi di atas, Sukada dalam Ali Imron (1987: 87) mendefinisikan gaya bahasa adalah dalam sejumlah butir pernyataan:
1.      Gaya bahasa adalah bahasa itu sendiri,
2.      Gaya bahasa adalah yang dipilih berdasarkan struktur tertentu,
3.      Gaya bahasa digunakan dengan cara yang wajar,
4.      Gaya bahasa masih memiliki ciri personal,
5.      Sehingga gaya bahasa tetap memiliki ciri-ciri personal,
6.      Sebab lahir dari diri pribadi penulisnya, diungkapkan dengan kejujuran,
7.      Disusun secara sengaja agar menimbulkan efek tertentu dalam diri pembacam
8.      Isinya adalah persatuan antara keindahan dan kebenaran.
B.     Ekspresi Pengarang
             Gaya bahasa merupakan perwujudan gagasan pengaranganya. Jadi, gaya bahasa berhubungan dengan cara pengaran menampilkan gagasannya pada karyanya. Penampilan dan pengekspreian gagasan itu terwujud dalam bentuk gaya bahasa dengan aneka ragamnya (Aminudin dalam Ali Imron, 1987: 76). Bagi Aminudin, gaya abahasa adalah cara sesorang pengarang menyampaikan gagasanya melalui media bahasa yang terwujud dalam bahasa yang indah dan harmonis, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.      Pengarang,
2.      Ekspresi,
3.      Gaya bahasa.
            Jadi dapatlah dipahami bahwa gaya bahasa adalah orangnya sendiri atau pengarangnya. Melalui gaya bahasa, pembaca dapat mengenal sikap, pengetahuan, pengalaman, dan gagasan pengarang dalam karya sastranya.
Berikut ini bagan yang dapat mempermudah pemahaman kita terhadap hubungan ekspresi dengan gaya bahasa.
Pengarang:
SIKAP,
PENGETAHUAN,
PENGALAMAN,
SUASANA HATI.
Text Box: GAGASAN
Text Box: EKSPRESI Text Box: GAYA BAHASA
 






            Dari bagan diatas, dapat dijelaskan bahwa gaya bahasa juga berkaitan erat dengan ekspresi. Gaya bahasa adalah cara dan alat pengarang untuk mewujudkan gagasannya, sedangkan ekspresi merupakan proses atau kegiatan perwujudan gagasan itu sendiri (Aminudin, dalam Ali Imron, 2009: 30). Itulah sebabnya gaya bahasa dapat disebut juga cara, teknik, dan bentuk ekspresi suatu gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya.
            Jika gaya bahasa adalah cara dan alat, ekspresi adalah penyampai, maka gagasan adalah isi atau sumber dari keseluruhannya. Tegasnya, ada hubungan saling mempengaruhi antara gaya bahasa dengan gagasan yang disampaikan pengarang.
C.    Gagasan Dalam Sastra
            Ekpsresi pengarang yang berwujud gaya bahasa dalam karyanya bergantung pada gagasan apa yang ingin disampaikan, suasana hati pengarang, dan makna karya sastra iru sendiri. Implikasinya lebih lanjut, keanekaragaman gaya bahasa itu akan berpengaruh terhadap penggambaran makna ataupun suasana penuturnya.
            Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap pengarang memiliki gaya bahasa masing-masing yang berbeda satu dengan yang lainya. Bahkan, meskipun mereka berangkat dari gagasan yang sama, bentuk penyampaianya dalam gaya bahasa senantiasa berbeda. Dalam karya sastra, hal yang demikian disebut individuasi, yakni keunikan dan kekhasan seorang pengarang dalam penciptaan yang tidak pernah sama antara yang satu dengan yang lain.
D.    Hubungan Style, Ekspresi Pengarang dan Gagasan Dalam Wacana
            Implikasi gaya bahasa terhadap makna suatu karya sastra adalaha gaya bahasa mampu menghadirkan berbagai macam nuansa makna, baik denotative maupun konotatif. Adapun dalam hal nuansa penuturan, gaya bahasa juga mampu menampilkan pelbagai nuansa suasana penuturan, mungkin suasana suka cita, duka lara, sunyi tetapi sekaligus membawa ke suasana komtemplatif, religious, misterius, atau suasana panas membara dalam tegangan emosi, kemarahan, ambisi, dan sebagainya.








BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
            Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan atau bagaimana pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakakn (Abrahms dalam Ali Imron, 1981: 190-191). Menurut Leech &Short dalam Ali Imron (1984: 10), style merupakan pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu. Gaya bahasa menurut Ratna (2007: 232) adalah keseluruhan cara pemakaian (bahasa) oleh pengarang dalam karyanya. Hakikat “style” adalah teknik pemakaian ugkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang diungkapkan.
            Gaya bahasa merupakan perwujudan gagasan pengaranganya. Jadi, gaya bahasa berhubungan dengan cara pengaran menampilkan gagasannya pada karyanya. Penampilan dan pengekspreian gagasan itu terwujud dalam bentuk gaya bahasa dengan aneka ragamnya (Aminudin, 1987: 76). Bagi Aminudin, gaya abahasa adalah cara sesorang pengarang menyampaikan gagasanya melalui media bahasa yang terwujud dalam bahasa yang indah dan harmonis, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) Pengarang, (2) Ekspresi, (3) Gaya bahasa.
            Jadi dapatlah dipahami bahwa gaya bahasa adalah orangnya sendiri atau pengarangnya. Melalui gaya bahasa, pembaca dapat mengenal sikap, pengetahuan, pengalaman, dan gagasan pengarang dalam karya sastranya.
            Ekpsresi pengarang yang berwujud gaya bahasa dalam karyanya bergantung pada gagasan apa yang ingin disampaikan, suasana hati pengarang, dan makna karya sastra iru sendiri. Implikasinya lebih lanjut, keanekaragaman gaya bahasa itu akan berpengaruh terhadap penggambaran makna ataupun suasana penuturnya.





DAFTAR PUSTAKA

Al-Ma’ruf, Ali Imron. 2009. Stilistika: Teori, Metode, dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa. Solo: Cakra Books.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Novel Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis

Hakikat Fiksi

Teori Formalisem Rusia