Artikel Publikasi Ilmiah
WACANA TRANSAKSIONAL PARA PEDAGANG PASAR
DI GEMOLONG: KAJIAN UNSUR HUMOR
Tri Saparudin,
A 310 080 272, Program Studi Pendidkan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Ilmu
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Maret 2013
Abstrak
Tujuan
penelitian ini meliputi: 1) mendeskripsikan
dan menjelaskan bentuk humor para pedagang dalam bertransaksi di pasar
Gemolong, 2) mendeskripsikan dan menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi
humor para pedagang di pasar Gemolong. Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Objek pada peneleitian ini berupa tuturan yang
mengandung unsur humor pada para pedagang dalam situasi transaksi jual-beli.
Data dalam penelitian ini berupa wacana lisan pada para pedagang di pasar Gemolong.
Sumber data diperoleh dari pedagang dan pembeli yang berada di pasar Gemolong
dalam situasi dan kondisi sedang melakukan transaksi jual-beli. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik simak, teknik rekam,
teknik catat, teknik sadap. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik padan ektralingual. Teknik analisis data menggunakan teknik pembaca
pemarkah.
Hasil
penelitian ini ditemukan tuturan humor yang diperoleh untuk bentuk-bentuk humor
yang sering digunakan oleh para pedagang yaitu:1) bentuk humor berdasarkan
kriterium inderawi berupa: a. humor verbal; b. humor visual; c. humor auditif;.
2) humor menurut kriterium bahan berupa: a. humor seks; c. humor sadis; d. humor
teka-teki. 3) humor kriterium etis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. humor
sehat/humor yang edukatif; b. humor yang tidak sehat. 4) humor berdasarkan
kriterium estetis dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu: a. humor tinggi (yang
lebih halus dan tak langsung); b.humor rendah (yang kasar, yang terlalu eksplisit).
Berdasarkan data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bentuk humor yang
dipakai para pedagang terdapat 4 bentuk kategori humor sebanyak 35 tuturan.
Bentuk humor yang digunakan oleh para pedagang dalam bertransaksi dalam
pelaksanaanya dilakukan oleh individu dengan menggunakan faktor-faktor penting
yang mempengaruhi humor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi humor
tersebut adalah: 1. setting and sequence, 2. participants, 3. ends, 4. arts of
squere, 5. key , 6. instrumental, 7. norm of interaction, 8. genre.
Kata kunci: humor,
pasar, transaksional
A. PENDAHULUAN
Pasar merupakan tempat bertemunya pembeli dan
pedagang. Pasar juga tempat untuk bertransaksi, sedangkan transaksi adalah
kegiatan yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dalam memasarkan produk.
Transaksi dapat terjadi ketika syarat-syarat terpenuhi, adapun syarat dalam
bertransaksi yaitu ada barang yang akan diperjual-belikan, pedagang atau
penjual, pembeli atau konsumen, dan yang terakhir ada kesepakatan yang tidak
dipaksa oleh pihak manapun.
Ketika bertransaksi, penjual dan pembeli tentu saja
menggunakan bahasa sebagai media. Komunikasi dapat diwujudkan melalui sebuah
kalimat. Komunikasi dapat berjalan dengan lancar apabila ada penutur dan mitra
tutur. Selain dua hal tersebut peristiwa tutur sangat menentukan keberhasilan
suatu komunikasi. Peristiwa tutur merupakan gejalan sosial, sedangkan tindak
tutur merupakan gejala indivudu, dan keberlangsungan tuturan ditentukan oleh
kemampuan berbahasa si penutur dalam menghadapi situasi tuturan. Pertuturan
dapat diartikan sebagai perbuatan berbahasa yang diwujudkan sesuai dengan
kaedah-kaedah pemakaian unsur tuturan. ujaran yang bermakna dihasilkan dari
bunyi bahasa secara beraturan. Tindak tutur dan peristiwa tutur merupakan dua
gejala yang terjadi pada suatu proses yaitu komunikasi menurut Chaer (1995:
61). Lebih lanjut Chaer menjelaskan tujuan dari komunikasi itu dengan singkatan
SPEAKING (Setting, Participant, Ends, Act, Key, Instrumentalities, Norms, Genre).
Rahmanadji
(Bahasa dan Seni, Tahun 35, Nomor 2,
Agustus 2007) mengklasifikasikan humor dalam berbagai kriteria. Berikut ini
klasifikasi humor menurut Rahmanandji: a) humor menurut kriteria inderawi
berupa: (1) humor verbal; (2) humor visual; (3) humor auditif. b) humor menurut
kriteria bahan berupa: (1) humor politis; (2) humor seks; (3) humor sadis; (4)
humor teka-teki. c) humor kriteria etis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1)
humor sehat/humor yang edukatif; (2) humor yang tidak sehat. c) humor
berdasarkan kriteria estetis dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu: (1) humor
tinggi (yang lebih halus dan tak langsung); (2) humor rendah (yang kasar, yang
terlalu eksplisit).
Alasan
peneliti mengkaji unsur humor dalam transaksi karena kajian makna verbal dalam
tuturan pedagang. Penelitian ini difokuskan pada tuturan pedagang dalam
kalimat-kalimat yang mengandung unsur humor yang ada di pasar. Karena, dalam
pemakaian bahasa di pasar tidak memiliki struktur bahasa yang lengkap akan
tetapi diucapkan secara langsung sehingga pembeli dan penjual dapat
berinteraksi secara lancar. Maka dari itu, peneliti mengambil judul “Wacana
Transaksional Para pedagang di Pasar Gemolong: Kajian Unsur Humor”.
Jaya
Suprana sebagaimana dikutip oleh Rahmanadji (Bahasa dan Seni, Tahun 35, Nomor 2, Agustus 2007) mengatakan bahwa:
“Dalam
situasi yang tidak tepat, humor bukan sesuatu yang lucu. Bahkan humor belum
tentu menyebabkan orang tertawa, misalnya humor seks. Bagi sebagian orang yang
puritan, humor jenis itu dianggap tabu dan kampungan sehingga dianggap tidak
lucu dan tidak menyebabkan tertawa. Humor menjadi kurang ajar bila menggunakan
kondisi fisik orang sebagai objek. Humor yang baik adalah humor yang bisa
membawa atau menuju kepada kebaikan.”
Rumusan masalah dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua unsur meliputi a) bagaimanakah bentuk humor para pedagang dalam
bertransaksi di pasar Gemolong? b) faktor apa saja yang mempengaruhi humor para
pedagang di pasar Gemolong?
Tujuan
dalam penelitian ini meliputi dua unsur yaitu a) mendeskripsikan dan menjelaskan
bentuk humor para pedagang dalam bertransaksi di pasar Gemolong. b) mendeskripsikan
dan menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi humor para pedagang di pasar
Gemolong.
Manfaat
teoretis, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi khasanah keilmuan cabang
pragmatik, yaitu dalam peristiwa transaksi para pedagang yang mengandung unsur
humor pada pedagang di pasar. Manfaat praktis: 1) memperdalam pengetahuan
tentang wacana humor yang digunakan oleh para pedagang, 2) bermanfaat bagi para
pengguna bahasa supaya dalam menggunakan bahasa Indonesia tidak terlalu jauh
melenceng dari kaedah yang berlaku.
B.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Objek dalam penelitian ini
berupa tuturan yang memiliki unsur humor dari penjual dan pembeli yang
berlangsung dalam konteks transaksi. Sumber data penelitian ini adalah bahasa
yang digunakan para pedagang dalam bertransaksi dan data dalam penelitian ini
adalah wacana humor dalam transaksi para pedagang di pasar Gemolong.
Tahap
penyediaan data sekurang-kurangnya ada tiga kegiatan, yaitu: a) mengumpulkan
yang ditandai dengan pencatatan, b) pemilihan dan pemilah-milahan dengan
membuang yang tidak diperlukan, c) pendataan menurut tipe atau jenis terhadap
apa yang dicatat, dipilih, dan dipilah-pilahkan(Sudaryanto, 1993: 11). Supaya
data dapat diperoleh, penelitian ini digunakan teknik simak, teknik sadap,
teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan
teknik catat.
Keabsahan
data diperlukan untuk menentukan data dalam lapangan itu asli sehingga tidak
dibuat-buat, untuk memeroleh keabsahan data peneliti menggunakan metode simak
dan metode padan ekstralingual. Metode simak digunakan untuk memperoleh data
yang dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2005: 92).
Analisis
data dilakukan dengan metode padan. Teknik yang ada dibedakan menjadi dua:
teknik dasar dan teknik lanjutan. Pembedaan itu berdsarakan tahap
penggunaannya. Teknik dasar harus digunakan terlebih dahulu sebelum teknik lanjutan
(Sudaryanto, 1993: 21).
C.
PEMBAHASAN
Lokasi
penelitian berada di wilayah pasar Gemolong. Pasar Gemolong ini terletak di
bagian sisi barat dari kota Sragen, merupakan wilayah Daerah Tingkat (DATI) II
dari dari kabupaten Sragen. Wilayah daerah tingkat dua terdiri dari beberapa
kecamatan yang tergabung menjadi satu. Anggota dari wilayah daerah tingkat dua
yaitu Kecamatan Kalijambe, Plupuh, dan Gemolong.
1.
Bentuk-bentuk
humor para pedagang
Bentuk-bentuk humor para
pedagang di pasar Gemolong dengan berbagai bentuk dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a.
Humor
Menurut Kriteria Inderawi, berupa:
1)
Humor
Verbal
Humor verbal merupakan bentuk humor yang
berporos pada khayalan atau imajinasi yang menimbulkan kelucuan dan membuat
orang tertawa. Berikut data yang masuk dalam kriteria humor verbal:
(a)
Eksplikatur: O2: “Barange
entok tak delok gak?”
“Barangnya boleh saya lihat ngak?”
O1: “Yow
yen barang dagangan entuk Pak, ning yen barange bakule gak entok to ya. He he
he”
“Ya
kalau barang dagangan boleh pak, tapi kalau barangnya yang dagang ya tidak
boleh. He he he.” (D.1.HP.1/10/2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
verbal yang wujudnya pada tuturan “Barang”
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 35 tahun sedangkan O2 seorang laki-laki yang berumur 40
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di samping kios kelapa yang terlatak di selatan pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Barang” yang dimaksud
dalam percakapan di atas adalah alat kelamin, humor terbentuk ketika O2
berusaha melihat barang dagangan tetapi O2 menyatakan dengan sebuah khayalan
atau imajinasi alat kelamin.
Maksud tuturan: Tuturan O2 menyatakan tentang
keinginannya untuk melihat barang dagangan yang telah ditawarkan oleh pihak O1
dalam situasi transaksi jual beli.
2)
Humor
visual
Humor visual tercipta dari penglihatan
atau apa yang dilihat sehingga dapat dijadikan bahan tertawaan. Adapaun humor visual
dapat dipaparkan sebagai berikut:
(a) Eksplikatur: O2: “Nah, kowe yow kemayu ngono kog. Rambut yow dicukur gen koyo yuni saroh”
“Nah,
kamu juga manja gitu kog. Rambut ya dicukur biar seperti Yuni Saroh”
O3: “Alah-alah, nek keleleken neh”
“Alah-alah, kalau tersedak itu lo”
O1: “Lah menengo wae”
“Diam aja lah” (D.10.HP.28/10/2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
visual yang wujudnya pada tuturan “Yuni Saroh”
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 37 tahun sedangkan O2 seorang laki-laki yang berumur 35
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di los pedagang sayuran yang terlatak di dalam pasar sebelah pintu I
belakang pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Yuni Saroh” yang dimaksud dalam
percakapan di atas adalah artis, humor terbentuk ketika O2 berusaha melihat
bentuk potongan rambut O1 secara langusng dan rambut itu dijadikan bahan humor
seperti seorang Yuni Sarah tetapi di pelintir menjadi Yuni Saroh.
Maksud tuturan: Tuturan O2 menyatakan tentang
keinginannya untuk melihat barang dagangan O1 dengan memperhatikan bentuk
rambut O1 yang dilihat seperti Yuni Sarah memiliki potongan rambut pendek
sebahu.
3)
Humor
auditif
Humor tercipta saat
mendengar kata-kata yang dengan sengaja dijadikan bahan untuk ketawaan, atau
dengan cara menanggapi pembicaraan seseorang melalui humor.
(a)
Eksplikatur: O1: “Kangkung
elik-elik ngene kog 400”
“Kangkung jelek-jelek kayak gini kog 400”
O2: “Elek
piye, genah ayu-ayune koyo ngene kog elek”
“Jelek gimana, cantik-cantik kayak gini kog jelek”
O1: “Genah
elek-elek koyo kowe ngono kog, he he he”
“Sudah pasti jelek-jelek kaya kamu gitu kog” he he he (D.9. HP. 15/10/2012)
Penanda: Intonasi
kalimat humor auditif yang wujudnya pada tuturan “elek-elek koyo kowe ngono kog”
Konteks: O1
adalah seorang perempuan yang berumur 45 tahun sedangkan O2 seorang perempuan
yang berumur 40 tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika
O1 bertransaksi dengan O2 di los sayuran pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata
“elek-elek
koyo kowe ngono kog” yang dimaksud dalam percakapan di atas adalah
bentuk sebuah tanggapan atas percakapan sebelumnya dengan humor.
Maksud tuturan: Tuturan
O2 menyatakan tentang keinginannya untuk membeli dagangan yang telah ditawarkan
oleh pihak O1 dalam situasi transaksi jual beli.
b.
Humor
menurut kriteria bahan
1)
Humor
seks
Humor yang menjadikan seks sebagai
sasaran pembicaraan.
(a)
Eksplikatur: O2: “Barange
entok tak delok gak?”
“Barangnya boleh saya lihat ngak?”
O1: “Yow
yen barang dagangan entuk Pak, ning yen barange bakule gak entok to ya. He he
he”
“Ya
kalau barang dagangan boleh pak, tapi kalau barangnya yang dagang ya tidak
boleh. He he he.”(D.1.HP. 1/9/2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
seks yang wujudnya pada tuturan “Barang”.
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 35 tahun sedangkan O2 seorang laki-laki yang berumur 40
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di samping kios kelapa yang terlatak di selatan pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Barang” yang dimaksud
dalam percakapan di atas adalah alat kelamin, humor terbentuk ketika O2
berusaha melihat barang dagangan tetapi O2 menyatakan dengan alat kelamin.
Maksud tuturan: Tuturan O2 menyatakan tentang
keinginannya untuk melihat barang dagangan yang telah ditawarkan oleh pihak O1
dalam situasi transaksi jual beli.
2)
Humor
sadis
Humor yang tidak mengenal belas kasihan,
kejam, buas, ganas, kasar.
(a)
Eksplikatur: O1: “Kangkung
elik-elik ngene kog patang atus”
“Kangkung
jelek-jelek kayak gini kog empat ratus”
O2: “Elek piye, genah ayu-ayune koyo ngene kog elek”
“Jelek
gimana, cantik-cantik kayak gini kog jelek”
O1: “Genah elek-elek koyo kowe ngono kog, he he
he”
“Sudah
pasti jelek-jelek kaya kamu gitu kog” he he he. (D.2.HP.14/10/2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
sadis yang wujudnya pada tuturan “Kangkung elik-elik ngene kog patang atus”
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 45 tahun sedangkan O2 seorang perempuan yang berumur 40
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di samping los sayuran yang terletak di selatan pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Kangkung elik-elik ngene kog
patang atus” yang dimaksud dalam percakapan di atas adalah kondisi
kangkung yang jelek, humor terbentuk ketika O2 berusaha melihat barang dagangan
tetapi O2 menyatakan dengan sadis menyebutkan kata “Jelek” tanpa peduli
perasaan penjual.
Maksud tuturan: Tuturan O2 menyatakan tentang
keinginannya untuk mebeli barang dagangan yang telah dilihat oleh O2 dalam
situasi transaksi jual beli.
3)
Humor
teka-teki
Humor berupa kalimat atau cerita yang
dikemukakan secara samar-samar biasanya untuk mengasah pikiran atau hanya untuk
permainan.
(a)
Eksplikatur: O2: “Barange
entok tak delok gak?”
“Barangnya boleh saya lihat ngak?”
O1: “Yow yen
barang dagangan entuk Pak, ning yen barange bakule gak entok to ya. He he he”
“Ya
kalau barang dagangan boleh pak, tapi
kalau barangnya yang dagang ya tidak boleh.
He he he”(D.1.HP.1.10.2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
teka-teki yang wujudnya pada tuturan “Barang”
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 35 tahun sedangkan O2 seorang laki-laki yang berumur 40
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di samping kios kelapa yang terlatak di selatan pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Barang” yang dimaksud
dalam percakapan di atas adalah alat kelamin, humor terbentuk ketika O2
berusaha melihat barang dagangan tetapi O2 menyatakan dengan samar-samar yaitu
dengan “Barang”.
Maksud tuturan: Tuturan O2 menyatakan tentang
keinginannya untuk melihat barang dagangan yang telah ditawarkan oleh pihak O1
dalam situasi transaksi jual beli.
c.
Humor
menurut kriteria etis
1)
Humor
sehat/humor yang edukatif
Humor yang mendidik atau humor yang
cerdas.
(a)
Eksplikatur:
O2: “Lo kog bolong to Pak?”
“Loh kog bolong pak?”
O1: “Pundi sing bolong Buk, katok kolor niku to Buk?”
“Mana yang bolong Buk, Celana yang kolor itu Buk?”
O2: “Nggih pak, pripun niki Pak?”
“Iya Pak, Gimana ini Pak?”
O1: “Nggih bolong Buk, yen mboten bolong mboten saget dek enggo to Buk”
“Ya bolong Buk, kalau tidak bolong tidak bisa dipakai Buk” (D.3.HP.12/09/2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
sehat/edukatif yang wujudnya pada tuturan “Lo kog bolong to Pak?”
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 37 tahun sedangkan O2 seorang laki-laki yang berumur 40
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di los pedagang pakaian yang terletak di dalam pasar sebelah pintu I
depan pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Lo kog bolong to Pak?” yang
dimaksud dalam percakapan di atas adalah celana yang berlubang, humor terbentuk
ketika O2 melihat lubang pada celana kolor secara langsung dan lubang yang ada
di celana tersebut dijadikan bahan humor seperti celana yang rusak padahal
tidak rusak melainkan suatu kewajaran celana yang memiliki lubang dua kanan dan
kiri yang berguna untuk masuk dan keluarnya kaki.
Maksud tuturan: Tuturan O2 menyatakan tentang
keinginannya untuk melihat barang dagangan O1 dengan memperhatikan bentuk
celana kolor coklat yang memiliki lubang pada kaki kanan dan kiri.
2)
Humor
yang tidak sehat
Humor yang tidak mendidik atau bersifat
menghasut dalam keburukan.
(a)
Eksplikatur: O1: “Kangkung elik-elik ngene kog 400”
“Kangkung
jelek-jelek kayak gini kog 400”
O2: “Elek piye, genah ayu-ayune koyo ngene kog elek”
“Jelek
gimana, cantik-cantik kayak gini kog jelek”
O1: “Genah elek-elek koyo kowe ngono kog, he he he”
“Sudah
pasti jelek-jelek kaya kamu gitu kog, he he he”(D.2.HP.14/10/2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
tidak sehat yang wujudnya pada tuturan “Elik-elik”
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 40 tahun sedangkan O2 seorang laki-laki yang berumur 50
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di samping kios kelapa yang terlatak di selatan pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Elik-elik” yang dimaksud
dalam percakapan di atas adalah upaya untuk menjelek-jelekkan barang dagangan
milik O2.
Maksud tuturan: Tuturan O1 menyatakan tentang
keinginannya untuk mencela daun lung yang
di miliki O2 dengan tujuan untuk menurunkan harga dagangan tersebut karena
kondisi yang jelek. Akan tetapi O2 menyangkal dengan lembut bahwa dagangan yang
dimilikinya bagus-bagus dengan tuturan “Elek-elek piye, genah ayu-ayune koyo ngene
kog elek”.
d.
Humor
menurut kriteria estetis
1)
Humor
tinggi/humor secara implisit
Humor yang dilakukan secara halus
sehingga orang sulit untuk menangkap maksud dengan mudah.
(a)
Eksplikatur: O1: “Yow
bener neng kalen ora dek undohi, opo yow eneng gori neng kalen?”
“Ya bener di sungai tidak
dipetiki, apa ya ada gor di sungai?”
O2: “Enten mawon, la gen kulo niko teng kalen”
“Ada
saja, la punya saya itu di sungai”
(D.8.HP.22/10/2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
tinggi yang wujudnya pada tuturan “Barang”
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 35 tahun sedangkan O2 seorang laki-laki yang berumur 40
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di samping kios kelapa yang terlatak di selatan pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Barang” yang dimaksud
dalam percakapan di atas adalah alat kelamin, humor terbentuk ketika O2
berusaha melihat barang dagangan tetapi O2 menyatakan dengan alat kelamin.
Maksud tuturan: Tuturan O2 menyatakan tentang
keinginannya untuk melihat barang dagangan yang telah ditawarkan oleh pihak O1
dalam situasi transaksi jual beli.
2)
Humor
rendah/humor secara terang-terangan
Humor yang dilakukan secara gamblang, tegas, terus
terang, tidak berbelit-belit (sehingga orang dapat menangkap maksudnya dengan
mudah dan tidak mempunyai gambaran yang kabur atau salah.
(a) Eksplikatur: O1: “Mosok
golek dong pogong sak kebonan dek meki kabeh, gori loro rak ono sing tuku blas ki. Gori bosok-bosok kon ngedol. Oalah lah”
“Masa
cari daun singkong sekebun kemarin dipetik semua, gori dua tidak ada yang beli sama sekali itu. Gori busuk-busuk disuruh jual. Oalah lah”
O2: “Suwek do emoh”
“Sobek
pada gak mau”
O1: “Oalah
pakde-pakde, nek ngunting nganggo debok sak upil sak upil. Angger loro dadekne sitok ki”
“Oalah
Pakde-pakde, kalau ngiket pake debok seupil-seupil, kalau dua dijadikan satu”
O2:
“Halah,”(D.8.HP.22/10/2012)
Penanda: Intonasi kalimat humor
rendah yang wujudnya pada tuturan “Suwek do emoh”
Konteks: O1 adalah seorang
perempuan yang berumur 55 tahun sedangkan O2 seorang perempuan yang berumur 40
tahun. Situasi dan kondisi pada saat humor berlangsung ketika O1 bertransaksi
dengan O2 di los sayuran yang terlatak di selatan pasar Gemolong.
Bentuk humor: Kata “Suwek do emoh” yang
dimaksud dalam percakapan di atas adalah penolakan dagangan yang berbentuk
jelek secara terang-terangan, humor terbentuk ketika O1 melihat barang dagangan tetapi O1 menyatakan
penolakan secara terang-terangan bahwa dagangan tersebut jelek dengan humor.
Maksud
tuturan: Tuturan O1 menyatakan
tentang keinginannya untuk menolak dagangan yang diberikan karena kondisi
kurang baik, hal ini terjadi dalam situasi transaksi jual beli.
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi terbentuknya humor
Faktor-faktor
yang mempengaruhi humor tersebut adalah 1. Setting
and sequence. Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tuturan
berlangsung, sedangkan sequence
berkaitan dengan situasi, tempat dan waktu. 2. Participants
merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, yakni penutur dan
pendengar, penyapa dan tersapa, pengirim dan penerima. 3. Ends berhubungan dengan tujuan atau hasil yang hendak dicapai oleh
orang-orang yang terlibat di dalam percakapan. 4. Arts of Squere menunjuk pada bentuk dan isi sesuatu yang diujarkan,
kata-kata yang diucapkan, dan bagaimana hubungannya dengan topik yang
dibicarakan. 5. Key mengacu pada
nada, keadaan si pembicara, dan faktor-faktor emosional lain yang mempengaruhi
tuturan apakah serius, membual, sarkastik. Situasi penutur sering ditandai dengan
tingkah laku, gerak-gerik. 6. Instrumental
jalur bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan (jalur lisan maupun
tulis). Instrumental juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti:
bahasa, dialek, ragam atau register. 7. Norm
of interaction menunjuk pada norma-norma kebahasaan yang dianut oleh para
anggotanya. 8. Genre mengacu pada
bentuk penyampaian seperti, puisi, pepatah, do’a.
D.
SIMPULAN
Berdasarkan
hasil pembahasan dan temuan dapat disimpulkan bahwa terdapat bentuk-bentuk
humor yang digunakan oleh para pedagang dan pembeli dalam melakukan transaksi,
berikut bentuk humor yang digunakan para pedagang dan pembeli dalam
bertransaksi.
1.
Bentuk-bentuk
Humor Para Pedagang di Pasar Gemolong
Berdasarkan
12 data percakapan humor, ditemukan 35 tuturan humor yang diperoleh untuk
bentuk-bentuk humor yang sering digunakan oleh para pedagang yaitu bentuk humor
berdasarkan kriteria inderawi berupa a. humor verbal 3 temuan, adapun
rincianya: barang, Yuni Saroh, sak bandeng-bandeng; b. humor visual 3 temuan
adapun rincianya: Yuni Saroh, bolong, jenggot; c. humor auditif 3 temuan adapun
rincianya: elek-elek, manis, ayu enom gede. Humor menurut kriteria bahan
berupa: a. humor politis ditemukan sebanyak 0; b. humor seks sebanyak 2 temuan
adapun rincianya: barang, dowo-dowo; c. humor sadis sebanyak 4 temuan adapun
rincianya: kangkung elik-elik, elek-elek
koyo aku, elek-elek payu opo ra, koyo wong edan; d. humor teka-teki sebanyak 1
data yaitu barange entuk tak delok gak? Humor kriteria etis,: a. humor
sehat/humor yang edukatif sebanyak 3 temuan adapun rincianya: lo kog bolong
pak, jagunge enek jenggote, mas ki larang jane yow, dek celuki gak mengo-mengo;
b. humor yang tidak sehat sebanyak 5 temuan adapun rincianya: pare sarni kabeh
nek telu, genah elek-elek koyo kowe ngono kog, elek piye genah ayune koyo ngene
kog, waaa, nggayemi teko kene, alah-alah nek keleleken. 4. Humor berdasarkan
kriteria estetis yaitu: a. humor tinggi (yang lebih halus dan tak langsung)
sebanyak 2 temuan adapun rincianya: opo yow enek gori neng kalen, wonge
jenggelek neng kono kog; b. humor rendah (yang kasar, yang terlalu eksplisit)
sebanyak 9 temuan adapun rincianya: nguntung sak upil-upil, dek kei dagangan mumet
aku, waaa, nggayemi teko kene, llah menengo wae, iyow de, nandur dewe, gedene
sepiro, ayu-ayu koyo ngono kog, ayu-ayu koyo sopo neh, .
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi terbentuknya humor.
Berdasarkan data tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa bentuk humor yang dipakai para pedagang terdapat 4
bentuk kategori humor sebanyak 35 tuturan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
humor tersebut adalah 1. Setting and sequence. Setting waktu yang digunakan
antara pukul 03;00 sampai pukul 06:00 WIB, situasi pada saat humor berlangsung
ketika pedagang dan pembeli melakukan transaksi, tempat berlangsungnya humor
berada di kompleks pasar gemolong. 2. Participants, yakni penjual dan pembeli
yang berada di pasar Gemolong. 3. Ends, tujuan yang ingin dicapai untuk memperoleh
harga serendah-rendahnya dengan kualitas barang yang bagus. 4. Arts of Squere
bentuk percakapan berupa bahasa lisan untuk memulai percakapan dalam
bertransaksi yang dimasuki unsur-unsur humor. 5. Key nada yang digunakan para
pembeli maupun pedagang yaitu nada lembut dan bahasa Jawa kromo alus. 6.
Instrumental jalur bahasa yang menggunakan bahasa lisan secara sopan ketika
melakukan transaksi disisipi humor. 7. Norm of interaction norma yang berlaku
dalam kegiatan transaksi yaitu saling menghormati antara penjual dengan
pembeli. 8. Genre bentuk penyampaian dalam kegiatan bertransaksi dilakukan
dengan bahasa lisan.
DAFTAR
PUSTAKA
Handayani. 2003. “Tuturan Humor dalam Wacana Ketoprak Humor di RCTI
(Kajian Sosiopragmatik)”. Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Rinawati. 2011. “Analisis Tindak Tutur Komisif Pada Pedagang Di
Pasar Gedhe Surakarta”Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Leech, Geofrey. 1993. Prinsip-prinsip
Pragmatik. Jakarta: Univeritas Indonesia.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode,
dan Tekniknya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Putu Wijaya, I Dewa. 2004. Kartun:
Permainan Bahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Susilo, Agus. 2010. “Karakteristik Percakapan Humor Pada Wacana
Komedi Opera Van Java (OVJ) Di Trans 7 yang Ditayangkan Pada Bulan Februari
2010 (Kajian Pragmatik)”. Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Syaifatul Anina .2008.
“Implikatur Percakapan dalam Wacana Humor Berbahasa Indonesia”. Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Sudaryanto. 1993: Metode Dan Analisis Bahasa: Yogyakarta:
Duta Wacana University Press.
Vivin Dwi Agustin 2003. “Wacana humor dalam bentuk skripsi yang
berjudul Analisis Wacana Humor Anak-Anak Ditinjau Dari Struktur Dan Fungsi
Pragmatik”. Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Chaer, Abdul dan Leoni Agustin.
1995. Sosiolinguistik: Pengenalan
Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, Hari Murti. 1982. Kamus
Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
Wijana, Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar